Jumat, 02 Mei 2014

PANCASILA PADA MASA SOEKARNO




PANCASILA PADA MASA SOEKARNO
Di
S
U
S
U
N
Oleh :
Arcon Marsila Ismail
1111060046


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH
BANDA ACEH 2013

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan kepada kita semua sehingga pembuatan makalah ini bisa diselesaikan tepat pada waktunya. Shalawat dan salam kita persembahkan kepada junjungan kita Muhammad SAW, oleh karena beliaulah kita dapat mengenal ilmu pengetahuan dan memberantas kebodohan.
Selanjutnya ucapan terima kasih dan penghargaan pemakalah sampaikan kepada pembimbing kita dan kepada seluruh sahabat-sahabat seperjuangan yang telah memabntu kami dalam menyelesaikan makalah ini yang berjedul ‘ PANCA SILA PADA MASA SOEKARNO
Kami menyadari berbagai kelemahan, kekurangan dan keterbatasan yang ada, sehingga tetap terbuka kemungkinan terjadinya kekeliruan dan kekurangan disana sini dalam penulisan dan penyajian makalah ini. Oleh Karena itu, dengan tangan terbuka, seraya kasih, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca dalam rangka penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya, kepada Allah jualah kami menyerahkan diri dan memohon taufik hidayah-Nya, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca. Amin.





Banda Aceh

Arcon Marsila Ismail




DAFTAR ISI

                                                                                          
KATA PENGANTAR............................................................................        i
DAFTAR ISI..........................................................................................        ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang............................................................................        1

BAB II PEMBAHASAN
A.    Latar Belakang Soekarno Dan Perumusan Pancasila..................        2
B.     Gagasan Soekarno Tentang Pancasila.........................................        5
C.     Perumusan Pancasila Sebagai Dasar Negara...............................        10
D.    Pancasila Sebagai Ideologi..........................................................        14

BAB III PENUTUP
Kesimpulan.............................................................................................. 17
DAFTAR PUSATAKA..........................................................................        18




BAB I
PENDAHULUA
Latar Belakang
Sebagai dasar negara, Pancasila kembali diuji ketahanannya dalam era reformasi sekarang. Merekahnya matahari bulan Juni 1945, 63 tahun yang lalu disambut dengan lahirnya sebuah konsepsi kenengaraan yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu lahirnya Pancasila. Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star bagi segenap bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam hidup kerukunan berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari, dan yang jelas tadi telah diungkapkan sebagai dasar serta falsafah negara Republik Indonesia.
Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia, terkecuali bagi mereka yang tidak Pancasilais. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dan kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Latar Belakang Soekarno dan Perumusan Pancasila
Ir. Soekarno adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945 – 1966. Ia memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah penggali Pancasila. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia bersama dengan Mohammad Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno dilahirkan di Blitar, 6 Juni 1901dengan nama Kusno Sosrodihardjo. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo, Ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai berasal dari Buleleng, Bali. Ketika masih kecil, karena sering sakit-sakitan, menurut kebiasaan orang Jawa oleh orang tuanya namanya diganti menjadi Soekarno.

Pada usia 14 tahun, seorang kawan bapaknya yang bernama Oemar Said Tjokroaminoto mengajak Soekarno tinggal di Surabaya dan disekolahkan ke Hoogere Burger School (H.B.S.) di sana sambil mengaji di tempat Tjokroaminoto. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu. Soekarno kemudian bergabung dengan organisasi Jong Java (Pemuda Jawa). Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung, dan tamat pada tahun 1925. Saat di Bandung, Soekarno berinteraksi dengan Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij. Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung.

Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929, dan memunculkan pledoinya yang fenomenal: Indonesia Menggugat, hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931. Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hassan. Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu. Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942. Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut.

Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. hingga terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh.

Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia. Soekarno menetapkan moment tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan tanggal turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP.
Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika.

Ketimpangan dan konflik akibat “bom waktu” yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang merubah peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam pemecahan konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara-negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya.

Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan Indonesia. Soekarno sendiri wafat pada tanggal 21 Juni 1970 di Wisma Yaso, Jakarta, setelah mengalami pengucilan oleh penggantinya Soeharto. Jenazahnya dikebumikan di Kota Blitar, Jawa Timur, dan kini menjadi ikon kota tersebut, karena setiap tahunnya dikunjungi ratusan ribu hingga jutaan wisatawan dari seluruh penjuru dunia. Terutama pada saat penyelenggaraan Haul Bung Karno
B.     Gagasan Soekarno Tentang Pancasila

Pada tahun 1930-an Soekarno mulai merumuskan konsepnya yang baru yang diberinya nama Marhaenisme. Konsep Marhaenisme ini banyak dipengaruhi oleh ajaran Karl Marx. Teori perjuangan Marx, yang kemudian dikenal dengan Marxisme banyak berpengaruh dalam benak Soekarno dan menginspirasi Soekarno dalam pemikiran dan tingkah laku politiknya. Bahkan Soekarno kemudian secara jujur mengakui bahwa Marhaenisme yang ia ciptakan adalah Marxisme yang diterapkan di Indonesia, artinya Marxisme yang disesuaikan dengan kondisi dan masyarakat Indonesia. Dalam perkembangannya Marhaenisme kemudian menjadi dasar perjuangan Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Partindo yang didirikan Soekarno. Asas Mahaenisme adalah sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi.

Sosio-demokrasi adalah faham yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Gagasan ini merupakan reaksi terhadap demokrasi yang muncul di barat pada waktu Soekarno mencetuskan ide ini. Demokrasi di Barat yang dipahami Soekarno adalah Demokrasi yang lebih bersifat liberalistis yang hanya menjamin kebebasan warganya dalam bidang politik saja dan tidak berlaku di bidang ekonomi. Oleh karena itu supaya tidak terjadi penindasan dan ada kebebasan di bidang ekonomi maka sistem kapitalisme didalam masyarakat itu harus dihapus, karena selama sistem itu masih ada tidak mungkin terjadi kebebasan ekonomi. Rakyat yang mengatur negaranya, perekonomiannya dan kemajuannya supaya segala sesuatunya bisa bersifat adil, tidak membeda-bedakan orang yang satu dengan orang yang lainnya.

Pikiran-pikiran dasar tentang perjuangan rakyat Indonesia melawan kapitalisme, imperialisme, dan kolonialisme seperti yang dimaksudkan dalam sosio-nasionalisme dan sosio demokrasi tersebut, kemudian dinamakan sebagai suatu isme atau ideologi yang menggunakan kata Marhaen sebagai simbol kekuatan rakyat yang berjuang melawan segala sistem yang menindas dan memelaratkan rakyat. Marhaenisme adalah teori politik dan teori perjuangannya rakyat Marhaen, teori untuk mempersatukan semua kekuatan revolusioner untuk membangun kekuasaan, dan teori untuk menggunakan kekuasaan melawan dan menghancurkan sistem yang menyengsarakan rakyat Marhaen. Marhaenisme yang merupakan teori politik dan teori perjuangan bagi rakyat Indonesia memperoleh bentuk formalnya sebagai filsafat dan dasar negara Republik Indonesia yaitu sebagai Pancasila.

Dalam merumuskan Pancasila, Soekarno berusaha menyatukan semua pemikiran dari berbagai tokoh dan golongan serta membuang jauh-jauh kepentingan perorangan, etnik maupun kelompok. Menyadari akan kebhinekaan bangsa Indonesia tersebut, Soekarno mengemukakan konsep dasar Pancasila yang didalamnya terkandung semangat “semua buat semua”. Pancasila tidak hanya digunakan sebagai ideologi pemersatu dan sebagai perekat kehidupan dan kepentingan bangsa, tetapi juga sebagai dasar dan filsafat serta pandangan hidup bangsa. Sesuai dengan Tuntutan Budi Nurani Manusia, Pancasila mengandung nilai-nilai ke-Tuhanan, Kemanusiaan (humanisme), Kebangsaan (persatuan), demokrasi dan keadilan. Ini merupakan dasar untuk membangun masyarakat baru Indonesia, yaitu masyarakat sosialis Indonesia.

Berbagai Prinsip Soekarno Dalam Upaya Mendirikan Pancasila

1.      menjadi perhatian Soekarno adalah Kebangsaan. Mengenai sila Kebangsaan ini, Soekarno terilhami oleh tulisan Dr. Sun Yat Sen yang berjudul “San Min Chu I” atau “The Three People’s Prinsiples”. Kebangsaan Soekarno semakin matang dengan pengaruh dari Mahatma Gandhi yang menyatakan bahwa “My nationalism is humanity”. Kebangsaan yang diyakini Soekarno adalah Kebangsaan yang berperikemanusiaan, kebangsaan yang tidak meremehkan bangsa lain, kebangsaan yang bukan chauvinisme. Faham bangsa yang dimaksud adalah tidak dibangun atas dasar faham ras, suku bangsa kebudayaan ataupun Agama tertentu.

2.      diuraikan Soekarno adalah Internasionalisme. Internasionalisme yang dimaksud disini bukanlah kosmopolitanisme yang tidak menginginkan adanya kebangsaan. Internasionalisme sangat berhubungan dengan prinsip Kebangsaan yang diuraikan Soekarno pada sila pertama. Tujuan Soekarno dengan melontarkan prinsip ini adalah bukan hanya sekedar membangun nasionalisme dalam negeri yang dimerdekakan, melainkan lebih dari itu yaitu untuk membangun kekeluargaan bangsa-bangsa. Dalam era sekarang lebih tepat dikatakan sebagai usaha membangun kerjasama antar bangsa-bangsa dan membangun perdamaian dunia.


3.      menguraikan dasar Mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan. Dalam penjelasannya, Soekarno mengatakan bahwa negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, melainkan negara ”satu buat semua, semua buat satu”. Soekarno yakin bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia ialah permusyawaratan, perwakilan. Dengan cara mufakat, membicarakan semua permasalahan termasuk agama didalam Badan Perwakilan Rakyat.

4.      Kesejahteraan. Dengan prinsip ”tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka”. Soekarno menjelaskan bahwa Badan Perwakilan belum cukup untuk menjamin kesejahteraan rakyat, karena yang terjadi di Eropa dengan Parlementaire democratie-nya, kaum kapitalis merajalela. Sehingga Soekarno mengusulkan politik economische demokratie yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial.

5.      diuraikan Soekarno adalah ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Prinsip sila keTuhanan YME tersebut dimaksudkan oleh Soekarno supaya bukan saja bangsa Indonesia berTuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia berTuhan Tuhannya sendiri. Negara memberi kebebasan kepada setiap orang untuk menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa sesuai dengan agama dan keyakinannya. Soekarno telah berpikir kedepan bahwa negara harus memberi kebebasan kepada setiap warganya untuk memeluk agama dan keyakinannya, sebagaimana tuntutan hak-hak asasi manusia.


6.      dasar yang diberinya nama Pancasila, tapi saat itu Soekarno juga menawarkan alternatif dari lima sila ini. Sifat perdamaian dan kebersamaan hasil penggaliannya diungkapkan dalam kesimpulan akhir bahwa kelima prinsip dasar Pancasila tersebut dapat diperas menjadi tiga dan tiga ini dapat diperas menjadi satu prinsip kehidupan rakyat Indonesia, Gotong Royong. Soekarno memeras lima sila tersebut menjadi tiga sila saja.

Dari sini tampak jelas terlihat bahwa Soekarno menghidupkan kembali pemikirannya pada akhir tahun 1920-an dimana rumusan pemikiran Soekarno dipakai sebagai asas dalam partai politik yang didirikannya. Menurut Soekarno sendiri, pada 1920-an perkembangan pemikirannya telah mencapai fase yang mantap, yang tidak lagi berubah-ubah. Pada tahun itulah diletakkan dasar-dasar pemikiran politik Soekarno secara mantap, yakni sintesa atas tiga aliran seperti yang telah dijelaskan diatas.

Pancasila merupakan puncak dari perkembangan pemikiran Soekarno yang selalu mencoba untuk mengawinkan semua ide yang ada dan tumbuh didalam masyarakat menjadi suatu ide baru yang lebih tinggi tempatnya dan dapat diterima oleh semua elemen penting yang ada. Pancasila oleh Soekarno diyakini sebagai pengangkatan yang lebih tinggi atau hogere optrekking daripada Declaration of Independence dan Manifesto Komunis karena didalam Declaration of Independence tidak ada keadilan social atau sosialisme sedangkan didalam Manifesto Komunis tidak mengandung Ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Pancasila mengandung keduanya sehingga Soekarno menganggap bahwa Pancasila mempunyai nilai yang lebih tinggi dari Declaration of Independence maupun Manifesto Komunis.

Pancasila Soekarno versi pra kemerdekaan tersebut berkembang “definisinya” ketika Soekarno memegang kekuasaan pada masa Demokrasi Terpimpin. Pada tanggal 17 Agustus 1959 Soekarno berpidato dengan judul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” (The Rediscovery of Our Revolution). Isi pidato tersebut kemudian dianggap sebagai Manifesto Politik atau dikenal sebagai Manipol yang kemudian berkembang menjadi Manipol USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme ala Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Nasional). Menurut Soekarno, Manipol USDEK ini merupakan intisari dari Pancasila yang berisi arah dan tujuan revolusi Indonesia. Tidak hanya itu, dalam rangka menyatukan seluruh kekuatan nasional yang ada pada waktu itu, pada awal tahun 1960 Soekarno memperkenalkan pemikiran baru untuk melengkapi doktrin revolusinya.

Menurut John D. Legge, sebenarnya ia menghidupkan kembali pemikirannya pada tahun 1926 bahwa kepentingan kaum nasionalis, islam, dan marxis dapat sama dan cocok satu sama lain. Dari sini sebenarnya dapat diketahui bahwa Soekarno tetap konsisten akan tujuannya, yaitu persatuan nasional. Di masa mudanya, pada tahun-tahun 1920-an sampai 1940-an cita-cita persatuan nasional itu ditujukan untuk menggalang kekuatan dalam mengusir kolonialisme di Indonesia dan di masa tuanya pada tahun 1950-an konsep persatuan dari golongan-golongan utama di Indonesia ditujukan untuk melawan imperialisme, suatu bentuk dari kolonialisme modern. Konsepsi-konsepsi seperti Pancasila.

Bernhard Dahm, seorang penulis biografi Soekarno pun mendapat kesan yang sama, bahwa pada pekan-pekan terakhir menjelang turunnya dari dunia politik Indonesia, Soekarno tetap konsisten dengan apa yang diperjuangkannya pada era 1920-an. Dia tetap mengharapkan bahwa di tengah pluralitas yang ada, bangsa Indonesia mampu membina persatuan, dan ia tetap teguh dalam perlawanannya terhadap musuh lamanya, yakni “kolonialisme” dan “imperialisme”. Oleh karena itu pesan pokok Soekarno tetap sama, yaitu disatu pihak melawan imperialisme sampai keakar-akarnya.

Menurut Soekarno, Pancasila selain menjadi Dasar Falsafah Negara juga mempunyai fungsi sebagai alat pemersatu dan sekaligus sebagai landasan perjuangan bangsa. PKI hanya menerima Pancasila sebagai kenyataan obyektif yang harus dipakai sebagai landasan dan alat memperkuat diri, selama PKI belum merasa kuat untuk memaksakan ideologi dan konsepsi politiknya. Dalam pengamalan Dasar Falsafah Negara Pancasila untuk mencapai cita-cita revolusi Indonesia ialah masyarakat adil makmur, Soekarno menggunakan konsepsi Nasakom secara mental ideologi yang diharapkan dapat mempersatukan rakyat Indonesia yang terdiri dari berbagai aliran dan paham politik termasuk PKI, tetapi bagi PKI, konsep Nasakom diterima sebagai pengertian fisik yang akan dimanfaatkan sebagai legalitas dalam usaha menuju tujuan revolusi menurut konsepsinya.
C.    Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara
Menjelang akhir tahun 1994, bala tentara Jepang secara terus menerus menderita kekalahan perang dari sekutu. Hal ini kemudian membawa perubahan baru bagi pemerintah Jepang di Tokyo dengan janji kemerdekaan yang diumumkan Perdana Menteri Koiso tanggal 7 September 1994 dalam Teikoku Gikai (Sidang istimewa Parlemen Jepang ke-85). Janji tersebut kemudian diumumkan oleh Jendral Kumakhici Harada tanggal 1 Maret 1945 yang merencanakan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

a.)    Pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Jepang meyakinkan bangsa Indonesia tentang kemerdekaan yang dijanjikan dengan membentuk Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Badan itu dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Cosakai. Jenderal Kumakichi Harada, Komandan Pasukan Jepang untuk Jawa pada tanggal 1 Maret 1945 mengumumkan pembentukan BPUPKI. Pada tanggal 28 April 1945 diumumkan pengangkatan anggota BPUPKI. Upacara peresmiannya dilaksanakan di Gedung Cuo Sangi In di Pejambon Jakarta (sekarang Gedung Departemen Luar Negeri). Ketua BPUPKI ditunjuk Jepang adalah dr. Rajiman Wedyodiningrat, wakilnya adalah Icibangase (Jepang), dan sebagai sekretarisnya adalah R.P. Soeroso. Jumlah anggota BPUPKI adalah 63 orang yang mewakili hampir seluruh wilayah Indonesia ditambah 7 orang tanpa hak suara.
Persidangan Pertama BPUPKI (29 Mei–1 Juni 1945)
Setelah terbentuk BPUPKI segera mengadakan persidangan. Masa persidangan pertama BPUPKI dimulai pada tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945. Pada masa persidangan ini, BPUPKI membahas rumusan dasar negara untuk Indonesia merdeka. Pada persidangan dikemukakan berbagai pendapat tentang dasar negara yang akan dipakai Indonesia merdeka. Pendapat tersebut disampaikan oleh Mr. Mohammad Yamin, Mr. Supomo, dan Ir. Sukarno.
Mr. Mohammad Yamin
          Mr. Mohammad Yamin menyatakan pemikirannya tentang dasar negara Indonesia merdeka dihadapan sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945 diantaranya sebagai berikut:
1.      peri kebangsaan
2.      peri kemanusiaan
3.      peri ketuhanan
4.      peri kerakyatan
5.      kesejahteraan rakyat.
Mr. Supomo
          Mr. Supomo menyatakan pemikirannya di hadapan sidang BPUPKI pada tanggal 31 Mei 1945 diantaranya sebagai berikut :
1.      persatuan
2.       kekeluargaan
3.       keseimbangan lahir dan batin
4.      Musyawarah
5.      keadilan social.
Ir. Sukarno
Pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Sukarno mendapat kesempatan untuk mengemukakan dasar negara Indonesia merdeka. Pemikirannya terdiri atas lima asas berikut ini:
1.      kebangsaan Indonesia
2.      internasionalisme atau perikemanusiaan
3.      mufakat atau demokrasi
4.      kesejahteraan sosial
5.      Ketuhanan yang Maha Esa.
Piagam Jakarta (22 Juni 1945)
Masa persidangan pertama BPUPKI berakhir, tetapi rumusan dasar negara untuk Indonesia merdeka belum terbentuk. Untuk itu, BPUPKI membentuk panitia perumus dasar negara yang beranggotakan sembilan orang sehingga disebut Panitia Sembilan. Tugas Panitia Sembilan adalah menampung berbagai aspirasi tentang pembentukan dasar negara Indonesia merdeka. Anggota Panitia Sembilan terdiri atas Ir. Sukarno (ketua), Abdulkahar Muzakir, Drs. Moh. Hatta, K.H. Abdul Wachid Hasyim, Mr. Moh. Yamin, H. Agus Salim, Ahmad Subarjo, Abikusno Cokrosuryo, dan A. A. Maramis. Panitia Sembilan bekerja cerdas sehingga pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil merumuskan dasar negara untuk Indonesia merdeka. Rumusan itu oleh Mr. Moh. Yamin diberi namaPiagam Jakarta atau Jakarta Charter. 
Adapun rumusan Pancasila sebagaimana termuat dalam Piagam Jakarta adalah sebagai berikut :
1.      Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2.      Kemanusian yang adil dan beradap.
3.       Persatuan Indonesia.
4.       Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia 

b.)   Pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan Jepang. Untuk menindaklanjuti hasil kerja BPUPKI, Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Lembaga tersebut dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Iinkai. PPKI beranggotakan 21 orang yang mewakili seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Sidang PPKI (18 Agustus 1945)
Dalam sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 ini menghasilkan rumusan akhir Pancasila yang pada dasarnya relatif sama dengan hasil piagam Jakarta.
1.      Ketuhanan yang Maha Esa
2.      Kemanusian yang adil dan beradap
3.      Persatuan Indonesia
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan inilah yang kemudian dijadikan dasar Negara hingga sekarang bahkan hingga akhir bangsa Indonesia. Dan bangsa Indonesia berkomitmen bahwa Pancasila sebagai dasar Negara tidak dapat diubah siapapun, termasuk Presiden dan MPR. Jika mengubah Pancasila sebagai dasar Negara berarti membubarkan Negara hasil proklamas
D.    Pancasila Sebagai Ideologi

Pancasila Sebagai Ideologi terbuka
Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namunbersifat terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila adalah bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar pancasila namun mengeksplisitkan wawasannya secara lebih konkrit, sehingga memiliki kemampuan yang lebih tajam untuk memecahkan masalah-masalah baru dan aktual. Sebagai suatu ideologi yang bersifat terbuka maka Pancasila memiliki dimensi sebagai berikut:
1.      Dimensi idealis
Yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila bersifat sistematis dan rasional yaitu hakikat nilai-nilai yang terkandung dalam lima sila Pancasila : Ketuanan, kemanusiaa, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Maka dimensi idealisme yang terkandung dalam ideologi Pancasila mampu memberikan harapan, optimisme, serta mampu menggugah motivasi yug dicita-citakan (Kunto Wibisono, 1989).
2.      Dimensi normative
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila perlu dijabarkan dalam suatu sistem normatif, sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yang memilki kedudukan tinggi yang di dalamnya memuat Pancasila dalam alinea IV. Berkedudukan sebagai ’staat fundamental norm’ (pokok kaidah negara yang fundamental). Dalam pengertian ini ideologi Pancsiula agar mampu dijabarkan kedalam langkah operasional perlu memiliki norma yang jelas.
3.      Dimensi realitas
Suatu ideologi harus mampu mencerminkan realitas yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Oleh karena itu Pancasila selain memiliki dimensi nilai-nilai ideal serta normatif maka Pancasila harus mampu dijabarkan dalam kehidupan nyata sehari-hari baik dalam kaitannya bermasyarakat maupun dalam segala aspek penyelenggaraan Negara
Faktor yang mendorong pemikiran mengenai keterbukaan ideologi Pancasila adalah sebagai berikut :
a.)    Kenyataan dalam proses pembangunan nasional dan dinamika masyarakat yang berkembang secara cepat.
b.)    Kenyataan menunjukkan, bahwa bangkrutnya ideologi yang tertutup dan beku dikarenakan cenderung meredupkan perkembangan dirinya.
c.)    Pengalaman sejarah politik kita di masa lampau.
d.)    Tekad untuk memperkokoh kesadaran akan nilai-nilai dasar Pancasila yang bersifat abadi dan hasrat mengembangkan secara kreatif dan dinamis dalam rangka mencapai tujuan nasional.

Keterbukaan ideologi Pancasila terutama ditujukan dalam penerapannya yang berbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual dalam dunia modern. Kita mengenal ada tiga tingkat nilai, yaitu nilai dasar yang tidak berubah, nilai instrumental sebagai sarana mewujudkan nilai dasar yang dapat berubah sesuai keadaan dan nilai praktis berupa pelaksanaan secara nyata yang sesungguhnya. Nilai-nilai Pancasila dijabarkan dalam norma - norma dasar Pancasila yang terkandung dan tercermin dalam Pembukaan UUD 1945. Nilai atau norma dasar yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 ini tidak boleh berubah atau diubah. Karena itu adalah pilihan dan hasil konsensus bangsa yang disebut kaidah pokok dasar negara yang fundamental (Staatsfundamentealnorm). Perwujudan atau pelaksanaan nilai-nilai instrumental dan nilai-nilai praktis harus tetap mengandung jiwa dan semangat yang sama dengan nilai dasarnya.


Batas Batas Keterbukaan Pancasila

Sungguhpun demikian, keterbukaan ideologi Pancasila ada batas-batasnya yang tidak boleh dilanggar, yaitu sebagai berikut :
a.)    Stabilitas nasional yang dinamis.
b.)    Larangan terhadap ideologi marxisme, leninisme dan komunisme.
c.)    Mencegah berkembangnya paham liberal.
d.)   Larangan terhadap pandangan ekstrim yang mengelisahkan kehidupan masyarakat.
e.)    Penciptaan norma yang baru harus melalui konsensus.

Keterbukaan ideologi Pancasila juga menyangkut keterbukaan dalam menerima budaya asing. Oleh karena itu sebagai makhluk sosial senantiasa hidup bersama sehingga terjadilah akulturasi budaya. Oleh karena itu Pancasila sebagai ideologi terbuka terhadap pengaruh budaya asing, namun nilai-nilai esensial Pancasila bersifat tetap. Dengan perkataan lain Pancasila menerima pengaruh budaya asing dengan ketentuan hakikat atau substansi Pancasila yaitu: ketuhahan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan serta keadilan bersifat tetap. Secara strategi keterbukaan Pancasila dalam menerima budaya asing dengan jalan menolak nilai-nilai yang tertentangan dengan ketuhahan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan serta keadilan serta menerima nilai-nilai budaya yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar pancasila tersebut.







BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Jika membicarakan sejarah lahirnya Pancasila, maka peran Soekarno tidak dapat dilepaskan daripadanya. Soekarno memiliki peranan besar dalam lahirnya Pancasila hingga dijadikannya Pancasila sebagai dasar negara. Meskipun ada upaya de-Soekarnoisasi yang telah dilakukan oleh pemerintah Orde Baru yang bertujuan mengecilkan jasa-jasa Soekarno. Bahkan, sejak tanggal 1 Juni 1970 Kopkamtib melarang peringatan hari lahirnya Pancasila.Soekarno menyampaikan gagasan Pancasila pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 di gedung Volksraad (sekarang gedung Pancasila). Selain Soekarno, orang-orang yang menyampaikan gagasan mengenai dasar negara adalah M. Yamin yang menyampaikan Lima Asas sebagai dasar bagi Indonesia Merdeka, yaitu Peri-Kebangsaan, Peri-Kemanusiaan, Peri-Ketuhanan, Peri Kerakyatan dan Kesejahteraan Rakyat.
Pada tahun 1930-an Soekarno mulai merumuskan konsepnya yang baru yang diberinya nama Marhaenisme. Konsep Marhaenisme ini banyak dipengaruhi oleh ajaran Karl Marx. Teori perjuangan Marx, yang kemudian dikenal dengan Marxisme banyak berpengaruh dalam benak Soekarno dan menginspirasi Soekarno dalam pemikiran dan tingkah laku politiknya. Bahkan Soekarno kemudian secara jujur mengakui bahwa Marhaenisme yang ia ciptakan adalah Marxisme yang diterapkan di Indonesia, artinya Marxisme yang disesuaikan dengan kondisi dan masyarakat Indonesia.
Menjelang akhir tahun 1994, bala tentara Jepang secara terus menerus menderita kekalahan perang dari sekutu. Hal ini kemudian membawa perubahan baru bagi pemerintah Jepang di Tokyo dengan janji kemerdekaan yang diumumkan Perdana Menteri Koiso tanggal 7 September 1994 dalam Teikoku Gikai (Sidang istimewa Parlemen Jepang ke-85). Janji tersebut kemudian diumumkan oleh Jendral Kumakhici Harada tanggal 1 Maret 1945 yang merencanakan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia : Kumpulan Karangan, Jakarta : P.T Gramedia, 1978, Hal. 123

Bernhard Dahm, Soekarno and the struggle for Indonesia independence, Ithaca and London : Cornell University Press, 1969 Legge, Op.Cit, hal 90